By: Yuana Wiyan Normala

Namanya Ura. Seorang mahasiswi di sebuah universitas negeri. Hari-harinya dipenuhi dengan kesibukan kuliah, laporan praktikum, tugas, projek, dll. Ura merupakan mahasiswa semester 2 sehingga ia masih dalam tahap adaptasi di tahun pertama perkuliahan. Saking sibuknya, Ura sering merasa kewalahan menerima berbagai informasi baik dari kampus maupun luar kampus. Di awal tahun perkuliahan ini, dia berencana fokus kuliah dahulu. Belum ada keinginan untuk mengikuti banyak kegiatan di luar kuliah, seperti organisasi, kepanitiaan, maupun yang lain. Dia hanya mengikuti beberapa saja dan itupun tidak banyak.

Senin hingga jumat selalu dilewati dengan kesibukan. Terkadang ia butuh hiburan atau selingan. Ura suka scroll media sosial (medsos) untuk hiburan di tengah kesibukannya. Tidak hanya sebagai hiburan namun juga banyak informasi yang didapatkan dengan bermain medsos. Namun, hal itu terkadang tidak hanya membawa dampak positif, tetapi juga membawa dampak buruk untuk dirinya. Mengapa begitu? Melalui medsos tersebut, Ura sering melihat temannya maupun anak muda seumurannya yang terlihat pintar, menang berbagai lomba, aktif organisasi, aktif kepanitiaan, memiliki usaha, sukses di usia muda, dan masih banyak lagi. Ura menjadi merasa tertinggal dengan teman-temannya di luar sana. Ia merasa sedih, tidak percaya diri, kurang berguna, tidak berbakat, dan sebagainya. Hingga di suatu malam ia benar-benar merasa overthinking. Lama-kelamaan stres pun melanda dirinya.

Ura, pribadi yang selalu ceria, berubah menjadi seperti tidak memiliki semangat hidup. Perubahan itu terlihat sejak dia makin sering membuka medsos. Apalagi di masa pandemi ini, tidak banyak kegiatan yang dapat ia lakukan di luar rumah. Belum lagi kesibukan yang terus menghajarnya sehingga scroll medsos sembari rebahan menjadi solusinya. Dan ya, begitu terus siklus yang ia alami. Ara, kakak Ura yang melihatnya pun bertanya-tanya. Akhirnya, ia mencoba berbicara dengan Ura. Awalnya Ura tidak ingin bercerita namun karena mungkin sudah tidak tahan lagi akhirnya ia curhat dengan Sang Kakak. Setelah tau apa yang dirasakan adiknya itu, Ara mencoba memberi ketenangan dan sedikit nasihat. Ara menyarankan Ura untuk tidak terlalu sering melihat medsos yang tidak penting. Jika ada waktu luang atau akhir pekan lebih baik digunakan untuk istirahat dan melakukan hal menyenangkan yang lain. Mungkin ada saatnya Ura ‘masa bodoh’ dengan gadget. Ura mencoba saran dari Sang Kakak. Sempat sehari ia hanya membuka gadget untuk urusan kuliah saja dan tidak membuka medsos sama sekali. Ternyata, ia merasakan ketenangan dan kedamaian dalam dirinya.

Hal yang dirasakan Ura mungkin juga dirasakan sebagian besar orang, khususnya anak muda. Fear of Missing Out (FOMO), begitulah istilah jaman sekarang. FOMO adalah perasaan takut akan ketertinggalan karena tidak mengikuti aktivitas tertentu. FOMO ini melanda sebagian besar anak muda. Salah satu penyebabnya adalah bermain media sosial. Seperti yang kita ketahui, dunia maya merupakan jendela informasi yang mudah diakses. Berkembangnya teknologi membuat masyarakat mudah menerima berbagai informasi. Hal ini tentunya dapat berdampak baik maupun buruk tergantung bagaimana menggunakannya. Pemanfaatan teknologi harus diimbangi dengan time management, self-management, dan pola hidup yang baik. Jangan sampai media sosial membuat kehidupan kita menjadi tidak bahagia. Kita harus dapat mengukur kemampuan diri sendiri yang mungkin berbeda dengan orang lain. Jadilah diri sendiri dan tidak perlu memaksa untuk menjadi seperti mereka. Kita manusia biasa yang hendaknya mengambil sisi positif dari orang lain yang cocok dengan diri kita. Ingat, setiap diri ini adalah sosok yang pintar, berbakat, hebat, dan unik. Hanya saja mungkin di bidang tertentu dan belum terlihat. Ketakutan dapat membunuh jiwa kita secara perlahan. So, Say No to FOMO!

Categories: Cerpen

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published.